11.
SERBUAN INFORMASI DAN PENGGERUSAN
KARAKTER BANGSA
Arus globalisasi yang ditopang oleh teknologi informasi menyebabkan arus informasi begitu cepat dan tidak terbendung. Dan arus ini sebenarnya tidak hanya membawa pengetahuan tetapi juga nilai-nilai. Apakah nilai-nilai ini dapat bersifat negatif atau positif?, dapat diterima atau tidak dapat diterima?, akan bergantung pada nilai-nilai yang dihayati dalam suatu bangsa. Barangkali semakin berkembangnya kebiasaan menglobal dalam hal gaya hidup seperti pola berpakaian, kebiasaan makan, rekreasi tidak banyak merugikan. Namun demikian secara tidak langsung sebagian kebiasaan ini beriplikasi pada nilai moral. Misal kebiasaan konsumtif mengunjungi rumah makan fast food, dan yang lebih serius implikasi menyebarnya nilai-nilai materialisme, konsumerisme, hedonisme, jelas dapat merusak moral suatu bangsa.
Permasalahan ini menjadi perbincangan yang sangat menarik, karena informasi ini jelas tidak bisa kita bendung, kita tidak bisa melawan globalisasi. Bagaimanapun juga kita tidak dapat bersikap apriori menolak apa saja terhadap budaya barat yang serta merta kita nilai bertentang dengan budaya kita, sebagian nilai-nilai yang dibawanya juga bersifat positif. Sehingga jika perlu kita mengubah budaya kita, tidak semuanya harus sesuai dengan budaya bangsa yang tidak semuanya bersifat positif juga. Budaya dan kepribadian bersifat dinamis, tidak statis. Yang perlu kita siapkan adalah penanaman nilai untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negatif yang masuk bersamaan dengan arus informasi
Arus globalisasi yang ditopang oleh teknologi informasi menyebabkan arus informasi begitu cepat dan tidak terbendung. Dan arus ini sebenarnya tidak hanya membawa pengetahuan tetapi juga nilai-nilai. Apakah nilai-nilai ini dapat bersifat negatif atau positif?, dapat diterima atau tidak dapat diterima?, akan bergantung pada nilai-nilai yang dihayati dalam suatu bangsa. Barangkali semakin berkembangnya kebiasaan menglobal dalam hal gaya hidup seperti pola berpakaian, kebiasaan makan, rekreasi tidak banyak merugikan. Namun demikian secara tidak langsung sebagian kebiasaan ini beriplikasi pada nilai moral. Misal kebiasaan konsumtif mengunjungi rumah makan fast food, dan yang lebih serius implikasi menyebarnya nilai-nilai materialisme, konsumerisme, hedonisme, jelas dapat merusak moral suatu bangsa.
Permasalahan ini menjadi perbincangan yang sangat menarik, karena informasi ini jelas tidak bisa kita bendung, kita tidak bisa melawan globalisasi. Bagaimanapun juga kita tidak dapat bersikap apriori menolak apa saja terhadap budaya barat yang serta merta kita nilai bertentang dengan budaya kita, sebagian nilai-nilai yang dibawanya juga bersifat positif. Sehingga jika perlu kita mengubah budaya kita, tidak semuanya harus sesuai dengan budaya bangsa yang tidak semuanya bersifat positif juga. Budaya dan kepribadian bersifat dinamis, tidak statis. Yang perlu kita siapkan adalah penanaman nilai untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negatif yang masuk bersamaan dengan arus informasi
22.
KUALITAS MANUSIA YANG DIBUTUHKAN DI
ABAD 21
Kualitas manusia seperti apa yang bisa survive dalam mainstream perubahan di atas. Secara umum dapat diidentifikasi ada tujuh keahlian yang harus dimiliki agar tetap survive di era pengetahuan yaitu, 1) Kemampuan berpikir kritis dan kemauan bekerja keras, 2) kreativitas, 3) Kolaborasi, 4) pemahaman antar budaya (cross cultural undestanding), 5) komunikasi, 6) mengoperasikan komputer, 7) career dan kemampuan belajar secara mandiri.
Manusia abad 21 harus mampu berpikir kritis dan kemauan kerja keras, mereka dituntut mampu mendefinisikan permasalahan kompleks yang tumpang tindih, tidak jelas domainnya; menggunakan keahlian dan perangkat yang tersedia baik manusia maupun elektronik untuk analisis dan riset; mendesain jenis tindakan dan solusi: mengatur implementasi solusi tersebut; menilai hasil; kemudian secara terus-menerus meningkatkan variasi solusi ketika kondisi berubah. Manusia pada abad 21 harus kreatif, mampu menciptakan solusi baru untuk permasalahan lama, menemukan prinsip baru dan penemuan baru, menciptakan cara baru untuk mengkomunikasikan gagasan baru, menemukan cara kreatif untuk mengatur proses kompleks. Manusia abad 21 harus mampu kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah yang rumit atau untuk menciptakan perangkat kompleks, menghasilkan jasa, dan produk-produk.
Manusia abad 21 hidup di era informasi, dimana tidak ada sekat antar negera maka diperlukan kemampuan memahami budaya antar negara tanpa kehilangan akar budayanya sendiri (karakter kebangsaan). Sebagai suatu perluasan kerjasama kelompok, manusia abad 21 harus menjembatani perbedaan etnik, sosial, organisasi, politik, dan isi kultur pengetahuan dalam rangka melakukan pekerjaan mereka. Peningkatan multikultural masyarakat yang terus-menerus, pertumbuhan ekonomi global, peningkatan dunia teknik, dan model organisasi jaringan, keterampilan lintas budaya tanpa kehilangan identitas asli budayanya akan menjadi semakin berharga.
Manusia abad 21 memerlukan kemampuan untuk berkomunikasi efektif di dalam berbagai media dengan berbagai pendengar. Dengan memberikan sejumlah pilihan komunikasi misalnya; laporan tercetak, dokumen elektronik, majalah artikel, e-article , buku, e-book, cetakan iklan, iklan TV, iklan jaringan, telepon, telepon sel, telepon internet, surat suara, telemarketing, fax, pager, web, e-mail, selebaran, simulasi, basis data, multimedia presentasi, slides, disket, tape, video, CD, DVD, radio, TV, TV jaringan, teleconferens. Dan yang menjadi keharusan manusia abad 21 semua orang harus mampu menguasai komputer dasar sampai kepada suatu tingkat yang lebih tinggi untuk kelancaran ‘digital’ dan mampu menggunakan berbagai perangkat (softwere) berbasis komputer untuk melaksanakan tugas hidup sehari-hari. Di abad 21 banyak pekerjaan dan permasalahan hiduo menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi, terkait dengan hal ini menjadi hal yang mustahil hanya mengandalkan pembelajaran di sekolah, manusia abad 21 dituntut menjadi pebelajar mandiri.
Kualitas manusia seperti apa yang bisa survive dalam mainstream perubahan di atas. Secara umum dapat diidentifikasi ada tujuh keahlian yang harus dimiliki agar tetap survive di era pengetahuan yaitu, 1) Kemampuan berpikir kritis dan kemauan bekerja keras, 2) kreativitas, 3) Kolaborasi, 4) pemahaman antar budaya (cross cultural undestanding), 5) komunikasi, 6) mengoperasikan komputer, 7) career dan kemampuan belajar secara mandiri.
Manusia abad 21 harus mampu berpikir kritis dan kemauan kerja keras, mereka dituntut mampu mendefinisikan permasalahan kompleks yang tumpang tindih, tidak jelas domainnya; menggunakan keahlian dan perangkat yang tersedia baik manusia maupun elektronik untuk analisis dan riset; mendesain jenis tindakan dan solusi: mengatur implementasi solusi tersebut; menilai hasil; kemudian secara terus-menerus meningkatkan variasi solusi ketika kondisi berubah. Manusia pada abad 21 harus kreatif, mampu menciptakan solusi baru untuk permasalahan lama, menemukan prinsip baru dan penemuan baru, menciptakan cara baru untuk mengkomunikasikan gagasan baru, menemukan cara kreatif untuk mengatur proses kompleks. Manusia abad 21 harus mampu kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah yang rumit atau untuk menciptakan perangkat kompleks, menghasilkan jasa, dan produk-produk.
Manusia abad 21 hidup di era informasi, dimana tidak ada sekat antar negera maka diperlukan kemampuan memahami budaya antar negara tanpa kehilangan akar budayanya sendiri (karakter kebangsaan). Sebagai suatu perluasan kerjasama kelompok, manusia abad 21 harus menjembatani perbedaan etnik, sosial, organisasi, politik, dan isi kultur pengetahuan dalam rangka melakukan pekerjaan mereka. Peningkatan multikultural masyarakat yang terus-menerus, pertumbuhan ekonomi global, peningkatan dunia teknik, dan model organisasi jaringan, keterampilan lintas budaya tanpa kehilangan identitas asli budayanya akan menjadi semakin berharga.
Manusia abad 21 memerlukan kemampuan untuk berkomunikasi efektif di dalam berbagai media dengan berbagai pendengar. Dengan memberikan sejumlah pilihan komunikasi misalnya; laporan tercetak, dokumen elektronik, majalah artikel, e-article , buku, e-book, cetakan iklan, iklan TV, iklan jaringan, telepon, telepon sel, telepon internet, surat suara, telemarketing, fax, pager, web, e-mail, selebaran, simulasi, basis data, multimedia presentasi, slides, disket, tape, video, CD, DVD, radio, TV, TV jaringan, teleconferens. Dan yang menjadi keharusan manusia abad 21 semua orang harus mampu menguasai komputer dasar sampai kepada suatu tingkat yang lebih tinggi untuk kelancaran ‘digital’ dan mampu menggunakan berbagai perangkat (softwere) berbasis komputer untuk melaksanakan tugas hidup sehari-hari. Di abad 21 banyak pekerjaan dan permasalahan hiduo menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi, terkait dengan hal ini menjadi hal yang mustahil hanya mengandalkan pembelajaran di sekolah, manusia abad 21 dituntut menjadi pebelajar mandiri.
33.
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN YANG
DIPERLUKAN MENGHADAPI ABAD 21
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesai merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar didunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan jaman global.
Terkait dengan hal ini Tilaar, menyarankan guna memperkuat pendidikan sains siswa perlu diperkuat dengan penguasaan matematika, karena matematika merupakan cara berpikir sains, selain itu perlu juga sekolah dilengkapi laboratorium sains yang memadai untuk menunjang pembelajaran. Hal yang lain adalah pendidikan kreativitas. Adanya informasi yang tidak terbatas memungkinkan seseorang untuk menciptkan hal baru, namun juga menyebabkan seseorang tenggelam dalam timbunan informasi yang membingungkan sehingga seseorang tidak dapat mengambil keputusan. Oleh sebab itu, salah satu sikap yang perlu dikembangkan dalam era ini adalah mengambangkan sikap kratifitas. Perlu juga dikembangkan pendidikan digital dimana setiap satuan pendidikan terkoneksi dalam jaringan digital untuk saling tukar informasi, dan lain-lain. Terkait dengan pendidikan tinggi, perguruan tinggi perlu meletakan hubungan partisipatif dengan dunia usaha dan lembaga-lembaga penelitian. Dimana selama ini hanya terkesan bersifat formal dan seremonial dan bahkan keduanya terkesan menjaga jarak dengan keangkuhanya masing-masing. Dan yang tidak kalah penting adalah pendidikan nilai sebagai pelestari budaya bangsa.
Terkait dengan pembelajaran, tuntutan abad 21 menuntut perubahan reorientasi dalam pembelajaran yaitu dari; (1) menggeser paradigma pembelajaran dari asumsi tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari otak/pikiran guru ke otak/pikiran siswa, menuju pembelajaran yang lebih memberdayakan seluruh aspek kemampuan siswa. (2) menggeser paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centred learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning), self directed learning (belajar mandiri), dan pemahaman diri (metakognisi) karena pembelajaran ini dirasa lebih memberdayakan siswa dalam segala aspek. (3) menggeser dari belajar menghafal konsep menuju belajar menemukan dan membangun (mengkonstruksi) sendiri konsep, yang terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, kritis, kreatif dan terampil memecahkan masalah, (4) menggeser dari belajar individual klasikal menuju pembelajaran kelompok kooperatif yang tidak hanya mengajari ketrampilan berpikir saja namun juga mampu mengajari siswa ketrampilan-ketrampilan lainnya (keterampilan sosial).
Tuntutan perubahan mindset manusia abad 21 yang telah disebutkan di atas menuntut pula suatu perubahan yang sangat besar dalam pendidikan nasional, yang kita ketahui pendidikan kita adalah warisan dari sistem pendidikan lama yang isinya menghafal fakta tanpa makna. Merubah sistem pendidikan indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah. Sistem pendidikan Indonesai merupakan salah satu sistem pendidikan terbesar didunia yang meliputi sekitar 30 juta peserta didik, 200 ribu lembaga pendidikan, dan 4 juta tenaga pendidik, tersebar dalam area yang hampir seluas benua Eropa. Namun perubahan ini merupakan sebuah keharusan jika kita tidak ingin terlindas oleh perubahan jaman global.
Terkait dengan hal ini Tilaar, menyarankan guna memperkuat pendidikan sains siswa perlu diperkuat dengan penguasaan matematika, karena matematika merupakan cara berpikir sains, selain itu perlu juga sekolah dilengkapi laboratorium sains yang memadai untuk menunjang pembelajaran. Hal yang lain adalah pendidikan kreativitas. Adanya informasi yang tidak terbatas memungkinkan seseorang untuk menciptkan hal baru, namun juga menyebabkan seseorang tenggelam dalam timbunan informasi yang membingungkan sehingga seseorang tidak dapat mengambil keputusan. Oleh sebab itu, salah satu sikap yang perlu dikembangkan dalam era ini adalah mengambangkan sikap kratifitas. Perlu juga dikembangkan pendidikan digital dimana setiap satuan pendidikan terkoneksi dalam jaringan digital untuk saling tukar informasi, dan lain-lain. Terkait dengan pendidikan tinggi, perguruan tinggi perlu meletakan hubungan partisipatif dengan dunia usaha dan lembaga-lembaga penelitian. Dimana selama ini hanya terkesan bersifat formal dan seremonial dan bahkan keduanya terkesan menjaga jarak dengan keangkuhanya masing-masing. Dan yang tidak kalah penting adalah pendidikan nilai sebagai pelestari budaya bangsa.
Terkait dengan pembelajaran, tuntutan abad 21 menuntut perubahan reorientasi dalam pembelajaran yaitu dari; (1) menggeser paradigma pembelajaran dari asumsi tersembunyi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari otak/pikiran guru ke otak/pikiran siswa, menuju pembelajaran yang lebih memberdayakan seluruh aspek kemampuan siswa. (2) menggeser paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centred learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning), self directed learning (belajar mandiri), dan pemahaman diri (metakognisi) karena pembelajaran ini dirasa lebih memberdayakan siswa dalam segala aspek. (3) menggeser dari belajar menghafal konsep menuju belajar menemukan dan membangun (mengkonstruksi) sendiri konsep, yang terbukti mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, kritis, kreatif dan terampil memecahkan masalah, (4) menggeser dari belajar individual klasikal menuju pembelajaran kelompok kooperatif yang tidak hanya mengajari ketrampilan berpikir saja namun juga mampu mengajari siswa ketrampilan-ketrampilan lainnya (keterampilan sosial).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar