Kamis, 18 Desember 2014

Menjadi Manusia yang Seutuhnya





Menjadi manusia saja


Hidup adalah perjuangan. Tanpa perjuangan, nihil, walau takdir pada hakikatnya berada di tangan Tuhan, tapi itu bukanlah alasan untuk berpangku tangan, bermanja-manja dan bermalas-malasan.
Tanpa usaha, hidup akan sia-sia. Tanpa cita-cita, orientasi manusia terasa hampa. Dunia seringkali tak sejalan dengan rencana. Sehingga menimbulkan kekecewaan belaka. Tapi tidak! Jika kita mau bersandar pada-Nya, Yang Abadi. Ia selalu mengharap untuk selalu diingat oleh kita. Ia tidak ingin diduakan atau kita berpaling dari-Nya. Sebab semua ada karena-Nya, karena kehendak-Nya.
Dan kita, hanyalah manusia berlumur dosa. Lemah tak berguna. Tanpa daya, tanpa memiliki apa-apa. Tapi kenapa, kita selalu angkuh dan congkak terhadap sesama, terhadap sesama makhluk Tuhan yang dicipta dari cairan hina?
Usaha dan keyakinan
Kawan…
Kegagalan bukanlah momen untuk terus memelihara ratapan
Kegagalan bukanlah ajang kesedihan yang berkepanjangan
Kegagalan bukanlah lampu merah untuk kita berhenti berjalan
Kegagalan bukanlah tempat kita untuk lalu mencari kambinghitam untuk dipersalahkan
Kegagalan bukanlah aib yang harus kita simpan
Kegagalan bukanlah indikasi dari ketidakmampuan
Kegagalan bukanlah masa untuk menambah catatan hitam
Kegagalan bukanlah tembok baja yang tidak bisa dirobohkan

Mari menjadi manusia
Dunia dipenuhi filosofi tak terbatas. Begitu juga kita, makhluk kecil nan lemah yang terlampau hina untuk mendongakkan kepala ke atas. Dan itu malah membuat kita tambah menyadari bahwa kehinaan manusia telah melekat pada dirinya sejak lahir, bahkan sejak bumi belum diciptakan.
Mungkin dengan sedikit menyumbangkan kata dari berjuta filosofi itu membuat sedikit hidup kita lebih bermakna; bagi diri sendiri, terlebih bagi orang banyak. Dan sadari, bahwa hidup kita tak lama. Karena dunia ini hanya persinggahan yang fana. Yang tak ada kebahagiaan kekal di dalamnya. mari selami diri kita yang masih manusia.


Selamat malam dunia
 

Begitulah salam pembuka yang bisa diucapkan oleh seorang manusia lemah tak berdaya. Manusia yang baru bisa menyadari dirinya sendiri bahwa ia adalah manusia; manusia yang baru sadar akan kelemahan dirinya, akan ketergantungannya pada yang lain, Manusia yang sampai kini masih bergulat dengan waktu untuk mendapatkan cahaya hakikat kemanusiaan dirinya.
Dalam mimpi ia mencari. Dalam lamunan ia berharap. Akankah ada sebongkah jawaban untuk dirinya yang tak kunjung-kunjung habis pertanyaannya: siapakah manusia sejati itu?
Lamat-lamat pertanyaan itu mungkin demi sedikit terjawab, oleh alam yang Tuhan ciptakan, dan ciptaan itu untuk manusia. Manusia yang mau berpikir. Manusia yang enggan untuk berhenti dari nikmatnya berpikir. Karena berhenti berarti mati!